Rabu, 01 April 2009

Ciri-ciri Masyarakat Islam

Dari Buku: Ma'alim fith Thariq atau Petunjuk Jalan.
Penulis: Sayyid Qutb.

Sesungguhnya dakwah Islamiyah yang dibawa Nabi Muhammad SAW merupakan mata rantai terakhir dari rangkaian dakwah dan seruan ke jalan Islam yang telah berjalan lama di bawah pimpinan para Rasul dan utusan-utusan Allah yang mulia. Dakwah ini di sepanjang sejarah wujud manusia mempunyai sasaran dan tujuan yang satu. Yaitu, membimbing manusia untuk mengenal Tuhan mereka yang Maha Esa dan Yang Maha Benar, agar mereka menyembah dan mengabdi hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mengubur segala penuhanan terhadap sesama makhluk.

Seluruh umat manusia kecuali segelintir orang saja, tidak ingkar dengan dasar ketuhanan dan tidak menafikan wujudnya Tuhan; tetapi mereka salah pilih dalam hal mengenal hakikat Tuhan yang benar. Mereka menyekutukan Tuhan yang benar dengan tuhan-tuhan yang lain. Bisa dalam bentuk ibadat dan akidah, atau pun dalam bentuk ketaatan di bidang pemerintahan dan kekuasaan.

Dua bentuk itu adalah SYIRIK yang bisa menyebabkan manusia keluar dari agama Allah. Padahal para Rasul sudah mengenalkan Allah swt. kepada mereka. Tapi, mereka mengingkariNya setelah berlalu beberapa masa dan generasi. Mereka pun kembali ke alam jahiliyah, kemudian kembali mensyirikkan Allah, baik dalam bentuk akidah dan ibadat, atau dalam bentuk ketaatan di bidang pemerintahan, atau pun di dalam dua bentuk itu sekaligus.

Inilah dia tabiat dakwah ke jalan Allah di sepanjang sejarah umat manusia. Ia mempunyai tujuan dan sasaran yang satu yaitu “MENYERAH” di dalam pengertian penyerahan diri sepenuhnya, penyerahan diri dan kepatuhan para hamba kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam, menarik umat manusia keluar dari mengabdikan diri kepada sesama hamba Allah, kepada suasana menyembah dan mengabdikan diri kepada Allah SWT, membawa mereka keluar dari sikap patuh dan tunduk kepada sesama hamba Allah di dalam urusan peraturan hidup dan pemerintahan, nilai-nilai dan kebudayaan, untuk bersikap patuh dan tunduk kepada kekuasaan pemerintahan dan peraturan Allah saja di dalam semua urusan hidup.

Untuk inilah Islam datang melalui Nabi Muhammad SAW sebagaimana ia datang melalui para Rasul sebelum beliau. Ia datang untuk membawa umat manusia patuh kepada kekuasaan dan pemerintahan Allah seperti seluruh alam ini berjalan mengikuti landasan peraturan Allah.

Karena manusia bagian dari alam ini, maka manusia mesti patuh kepada peraturan Ilahi. Dengan demikian, kekuasaan yang mengatur urusan hidup dan dunia ini seluruhnya adalah kekuasaan Allah swt.

Manusia tidak boleh mengecualikan dirinya dari peraturan dan undang-undang Allah dengan cara tunduk dan patuh kepada peraturan dan undang-undang yang lain dari peraturan dan undang-undang Allah yang mengatur perjalanan alam dan dunia ini seluruhnya, yang juga mengatur wujud manusia itu sendiri tanpa kehendak dan kemauannya. Sebab mereka (manusia) itu diperintah dengan undang-undang fitrah asal yang dicipta Allah di dalam hidup dan perkembangan mereka, sehat dan sakit mereka, juga hidup dan mati mereka, seperti mereka diperintah berdasarkan undang-undang fitrah asal dalam organisasi mereka dan dalam akibat yang mereka terima dari amal perbuatan mereka. Mereka tidak berhak mengubah sunnah dan peraturan Allah dalam urusan itu, sebagaimana mereka tidak mampu mengubah sunnah Allah mengenai peraturan alam yang mengatur perjalanan dan perkembangan alam itu sendiri.

Oleh kerana itu, mereka harus kembali kepada Islam dengan kerelaan dalam urusan yang berkait dengan urusan kehidupan mereka. Mereka mesti menjadikan syariat Allah SWT sebagai yang memerintah dan berkuasa di dalam seluruh urusan hidup mereka supaya selaras tindakan-tindakan yang dilakukan berdasarkan undang-undang fitrah asal.

Tetapi, jahiliyah yang tegak berdasarkan pengabdian manusia atas sesama manusia, dan juga berdasarkan penyelewengan dari hukum kejadian alam serta berdasarkan perampasan undang-undang buatan manusia dengan undang-undang Allah dan fitrah, itulah bentuk jahiliyah yang telah dihadapi oleh setiap Rasul yang menjalankan dakwah ke jalan penyerahan diri kepada Allah Yang Maha Esa. Itulah bentuk jahiliyah yang telah dihadapi oleh Rasulullah SAW dalam menjalankan dakwahnya.

Jahiliyah tidak menjelma di dalam bentuk teori saja. Ia menjelma dalam bentuk organisasi, dalam bentuk masyarakat dan perkumpulan yang tunduk kepada kemauan dan arahan masyarakat itu, tunduk kepada kehendak konsep, nilai-nilai dan faham, perasaan dan kebiasaan. Ia merupakan masyarakat yang terikat kuat, tersusun, setia, rapi, padu dan tak mungkin direnggangkan. Inilah yang menyebabkan masyarakat itu bergerak, secara sadar atau tak sadar, untuk mengekalkan wujudnya dan mempertahankan hayatnya, menentang dan menghancurkan semua unsur yang membahayakan wujud dan hidupnya dalam bentuk ancaman apa pun.

Karena jahiliyah itu tidak berupa “teori” saja melainkan juga berupa organisasi, maka usaha menghapus jahiliyah itu dan membawa manusia ke jalan Allah sekali lagi harus tidak terbatas dalam soal “teori” saja, karena cara yang demikian tidak akan mempan menghadapi jahiliyah yang telah berakar dan telah lama membumi di dalam masyarakat.

Dasar teoritis yang menjadi asas Islam, di sepanjang sejarah umat manusia, ialah dasar “TIADA TUHAN MELAINKAN ALLAH” (LA ILAAHA ILLALLAH) dengan pengertian mengesakan Allah SWT dengan sifat-Nya sebagai TUHAN, sebagai Penguasa, sebagai Pendidik, sebagai Pemerintah Yang Gagah Perkasa yang mempunyai kuasa mutlak di dalam pemerintahan, Penegasan bentuk iktikad dalam hati, dalam perilaku, dalam bentuk ibadat dan juga dalam bentuk pelaksanaan syariat-Nya pada kehidupan sehari-hari.

Pengakuan “TIADA TUHAN MELAINKAN ALLAH” tidak akan ada dalam kenyataan dan tidak bisa dianggap lahir dalam sisi hukum melainkan dalam bentuknya yang sempurna seperti ini yang dapat memberikan kepadanya suatu eksistensi yang sebenarnya, yang bisa dianggap seseorang yang mengucapkan syahadat TIADA TUHAN MELAINKAN ALLAH itu seorang Muslim atau bukan Muslim. Arti penjelmaan yang benar dari dasar ini dalam segi teori ialah bahwa seluruh hidup manusia itu diserahkan dan dikembalikan kepada Allah SWT saja.

Mereka tidak bisa melakukan suatu urusan pun mengenai hidup ini dari sisi diri mereka sendiri, bahkan mereka hendaklah menyerah dan mengembalikannya kepada hukum Allah untuk mereka ikuti. Hukum Allah hendaklah mereka kenal dan ambil dari sumber yang satu. Sumber yang berhak menyampaikannya kepada mereka, yaitu Rasulullah SAW. Ini dapat dipastikan dari rangkaian kata yang kedua dari syahadat, yaitu pengakuan bahwa “Muhammad ialah utusan Allah” (Muhammadur Rasulullah).

Itulah dasar teoritis yang dapat dijelmakan oleh Islam. Dasar ini menjadi dasar yang lengkap sempurna bagi kehidupan apabila ia dilaksanakan di seluruh urusan hidup. Setiap orang Muslim menghadapi segala cabang hidup “individu” dan “sosial”, baik di dalam maupun di luar negara Islam, dalam hubungannya dengan sesama anggota masyarakat Islam dan juga dengan masyarakat yang bukan Islam.

Seperti yang telah kita katakan tadi, Islam tidak cukup dengan penjelmaan di dalam bentuk “teori” saja, yang boleh dianut oleh para penganutnya, iktikad kepercayaan saja dan diamalkannya melalui saluran ibadat, sesudah itu mereka pun menjadi individu yang bergerak dan bertindak mengikuti tema masyarakat jahiliyah yang sedang berada di sekelilingnya. Wujud dan hidup mereka secara ini, yakni secara beriktikad kepercayaan dan beribadat secara Islam tapi mengikuti arus jahiliyah dalam segala segi kehidupan sehari-hari, walau jumlah mereka (orang Islam) itu banyak dan mayoritas, tidak mungkin membawa kepada wujudnya Islam secara langsung; karena peribadi-peribadi Muslim rentan yang masuk ke tengah masyarakat jahiliyah akan terpaksa tunduk dan patuh kepada kehendak masyarakat jahiliyah.

Mereka akan bergerak dan bertindak, baik sadar atau tidak, untuk menunaikan kehendak masyarakat jahiliyah itu. Mereka akan ikut mempertahankan hidupnya, mereka juga akan ikut serta menghalangi semua tujuan dan sebab yang bisa mengancam kehidupan masyarakat jahiliyah. Mereka secara otomatis mengikuti jejak anggota masyarakat jahiliyah yang ingin mempertahankan hidupnya dan ingin pula mengekalkan keutuhan masyarakat itu, baik mereka sadari atau tidak, mereka suka atau tidak.

Dengan perkataan lain, orang-orang Islam rentan itu dari segi amalan dan tindakannya, akan ikut memperkuat wujud dan hidupnya masyarakat jahiliyah, sebagaimana mereka juga akan menolak segala faktor yang bisa mengancam hidupnya masyarakat jahiliyah itu. Mereka akan tetap merupakan sel-sel yang memberikan tambahan tenaga kepada hidupnya masyarakat jahiliyah itu.

Ini bertentangan sekali dengan peranan mereka sebagai orang yang ditugaskan untuk menghancurkan masyarakat jahiliyah dan digantikan dengan masyarakat Islam.

Karena itu, dasar teori Islam (akidah) ini harus menjelma di dalam kenyataan hidup masyarakat sejak dini. Selain itu, perlu adanya organisasi yang aktif, organisasi yang sama sekali berlainan dengan organisasi ala jahiliyah, terpisah jauh dari dasar pembentukan masyarakat jahiliyah yang hendak dihapuskan oleh Islam.

Perlu pula keteladanan Rasulullah SAW menjadi teras bagi organisasi ini. Begitu juga keteladanan para sahabat serta para pemimpin umat Islam yang bertujuan menarik manusia kepada jalan Allah, kepada bimbingan dan kekuasaanNya, kepada peraturan dan pemerintahan-Nya.

Setiap orang yang mengucapkan syahadat LA ILAAHA ILLALLAH DAN MUHAMMADUR RASULULLAH mesti mencabut dan menarik setiap kepatuhan dan kesetiaannya kepada organisasi-jahiliyah, yaitu organisasi yang dibentuk oleh dasar dan panduan jahiliyah, dalam bentuk apa pun, baik bentuk kekuasaan agama, yang terdiri dari lembaga pendeta-pendeta, padri-padri, tukang-tukang tenung dan ahli-ahli nujum serta lain-lain lagi, mau pun dalam pimpinan politik dan ekonomi serta contoh yang ada pada kaum Quraisy, dan hendaklah dia menumpahkan segenap kepatuhan dan kesetiaan kepada pembentukan masyarakat Islam dan pimpinan Islamiyahnya.

Semua ini mesti dilaksanakan mulai saat pertama seorang Muslim menganut Islam, saat dia mulai mengucapkan syahadat LA ILAAHA iLLALLAH, DAN MUHAMMADUR RASULULLAH. Karena wujud masyarakat Islam tidak akan terlaksana melainkan dengan syarat ini, tidak cukup dengan semata-mata wujud kepercayaan di dalam hati para individu yang walaupun jumlahnya banyak, tapi tidak membulatkan kepatuhan dan kesetiaan mereka kepada dasar organisasi mereka yang mempunyai wujud dan bentuk hidupnya sendiri, yang memerlukan anggota-anggota yang berusaha sungguh-sungguh bagi tegaknya wujud masyarakat Islam, untuk melebarkan pengaruh dan kekuasaannya, untuk mempertahankan hidupnya dari gangguan dan ancaman.

Mereka bekerja bersama-sama atau bersendirian di bawah suatu komando yang bebas dari segala pengaruh jahiliyah, teratur rapi dan tersusun indah, di bawah arahan yang tegas ke arah pelaksanaan tujuannya, menentang semua halangan yang bisa melemahkannya, dan memberantas segala hal yang membawa munculnya bentuk jahiliyah.

Demikianlah Islam, tumbuh dan hidup subur serta menjelma dalam bentuk teori yang lengkap, yang menjadi pijakan bagi sebuah organisasi yang aktif, terpisah jauh dari pengaruh jahiliyah dan sanggup berhadapan dengan masyarakat jahiliyah.

Islam tidak pernah sama sekali tampil dalam bentuk teori kosong yang tidak berpijak dalam kenyataan dan realitas. Begitulah caranya Islam bisa ditampilkan lagi dan sama sekali Islam tak akan timbul di zaman dan di tempat mana pun tanpa pengertian yang sebenarnya terhadap tabiat dan ciri perkembangannya berdasarkan organisasi yang aktif seperti yang telah diuraikan.

Ketahuilah bahwa Islam mengikuti garis panduan yang telah disebutkan di atas. Yaitu, pembinaan umat Muslim berdasarkan kaedah dan panduannya, serta menegakkan hidupnya melalui organisasi yang aktif, dengan menjadikan akidah sebagai tali penghubung, tidak ada tujuan lain selain hendak memperjuangkan “kemanusiaan manusia” dan hendak meninggikan derajat kemanusiaan itu di atas segala derajat yang lain di dalam hidup manusia itu, yang menjadi panduan bagi segala kaedah, pengajaran, undang-undang dan peraturan-peraturan Islam.

Sesungguhnya makhluk manusia mempunyai persamaan dengan makhluk hewan dalam beberapa sifat tertentu yang menimbulkan sangkaan kepada golongan INTELEKTUAL JAHIL bahwa manusia juga hewan seperti hewan-hewan yang lain dan sekali sekali mereka menyangka bahwa manusia itu adalah makhluk kera seperti kera-kera yang lain.

Walaupun ada banyak persamaan dalam sifat-sifat tertentu dengan hewan dan kera, tetapi manusia itu punya ciri-ciri tertentu yang membedakannya dan juga memisahkannya dengan hewan. Ciri-ciri yang membuat manusia itu menjadi suatu makhluk yang “unik” seperti yang telah diungkapkan sendiri oleh tokoh-tokoh INTELEKTUAL JAHIL di zaman moderen ini; ketika mereka terpaksa berhadapan dengan fakta yang tegas dan nyata walaupun mereka tidak yakin dan tidak jelas dalam pengakuan mereka. (Di antara tokoh yang terkemuka ialah Julian Haxley, seorang tokoh Darwinisme Modern).

Sesungguhnya hasil utama dari dasar Islam dalam persoalan ini, yaitu persoalan membentuk organisasi berdasarkan akidah, tidak berdasarkan perkauman, negeri, warna kulit, bahasa, dan kepentingan daerah dan, dan persoalannya ialah menonjolkan ciri “KEMANUSIAAN MANUSIA” melalui organisasi itu, bukan menonjolkan ciri-ciri yang menjadi sifat persamaan di antara manusia dengan hewan.

Hasil utamanya ialah bahwa masyarakat Muslim itu menjadi sebuah masyarakat terbuka untuk semua bangsa, semua golongan, semua warna kulit, semua bahasa apa pun lalu segala ciri dan kemampuan manusia itu bercampur dan menyatu dalam wadah masyarakat Islam. Dari situlah lahir suatu lembaga raksaksa dalam jangka waktu yang tidak lama, untuk menempa suatu peradaban yang indah dan mengagumkan yang menjangkau seluruh intisari kemampuan manusia di zamannya; sekalipun jarak antara daerah-daerah dan rumpun-rumpun bangsa sangat berjauhan antara satu sama lain. Suatu peradaban yang tidak ada tolok bandingnya, sekalipun di zaman itu hubungan antara daerah dengan daerah sangat sukar dan keadaannya masih primitif.

Di dalam masyarakat Islam yang tiada tolok bandingnya itu, telah berkumpul bangsa Arab, Parsi, Syam, Moroko, Mesir, Turkey, China, Roman, Yunani, India, Indonesia, dan juga orang Afrika, malah seluruh bangsa di dunia ini. Mereka bersatu padu dan bekerjasama dengan eratnya dalam membina masyarakat dan peradaban Islam. Peradaban yang agung, yang tidak pernah sekalipun menjadi peradaban yang dimiliki oleh orang ARAB saja, malah ia menjadi peradaban ISLAM; juga tidak menjadi masyarakat kebangsaan dan perkauman, bahkan menjadi masyarakat yang berlandaskan akidah.

Mereka semuanya berkumpul berdasarkan hubungan persamaan, hubungan kasih mesra dan persaudaraan, dengan memandang jauh ke depan, ke arah satu tujuan. Mereka memberi apa saja yang dapat mereka berikan, tanpa menghilangkan ciri-ciri kebangsaan mereka. Mereka sumbangkan tenaga dan pengalaman peribadi untuk membina masyarakat yang satu berdasarkan persamaan hak, dipadukan oleh tali Allah, yang menonjolkan kemanusiaan mereka.

Masyarakat seperti ini tidak pernah tampil sebelum ini di sepanjang sejarah umat manusia. Masyarakat manusia yang paling masyhur sebutannya di zaman purbakala ialah masyarakat Kekaisaran Romawi yang telah mengumpulkan bermacam-macam jenis manusia, dari segala bangsa dan warna kulit dan bahasa pertuturan.

Tetapi masyarakat itu tidak berdasarkan “tali kemanusiaan” dan tidak juga berpandukan sesuatu nilai yang tinggi berbentuk akidah, karena di sana terdapat perkumpulan berdasarkan perbedaan derajat, kasta dan kelas. Yaitu kelas bangsawan dan kelas hamba sahaya, di seluruh kawasan jajahan kekaisaran itu; juga kelas berdasarkan kesucian dan keagungan darah ROMAN di satu pihak dan kehinaan darah BUKAN ROMAWI di pihak yang lain. Karena itulah masyarakat itu tidak layak disetarakan dengan masyarakat Islam dan tidak dapat menghasilkan kejayaan seperti yang dicapai oleh masyarakat Islam.

Di zaman moderen ini pun beberapa bentuk masyarakat telah berdiri dan telah runtuh. Sebagai contoh, kita ambil masyarakat Kekaisaran Inggeris (Britain), tapi bentuknya tak beda dengan bentuk kekaisaran Romawi yang diikutinya dahulu itu, yang bertujuan memeras dan menindas, telah tegak berdasarkan ketuhanan bangsa Inggeris dan memeras serta menindas rakyat jajahannya demikianlah juga halnya seluruh kekaisaran Eropa lainnya: kekaisaran Spanyol dan Portugis suatu ketika dahulu, dan juga empayar Perancis, semuanya itu sama sahaja taraf dan nilainya, yang memang semuanya berdasarkan pemerasan dan penindasan yang terkutuk!

Tampaknya, komunisme berhasrat mendirikan perkumpulan dan masyarakat manusia bermodel lain, yang melampaui unsur-unsur kebangsaan dan wama kulit, tanahair dan bangsa, tapi tidak dibangun berdasarkan KEMANUSIAAN malah berlandaskan pertentangan KELAS. Yang demikian, maka masyarakat ciptaan Komunisme itu merupakan masyarakat yang setara dengan masyarakat ciptaan Romawi yang satu berdasarkan tingkatan kaum bangsawan (tuan) dan hamba tapi yang satu lagi ini berdasarkan kekuasaan golongan melarat tertindas (proletaria) dan kaum menengah (borjuis) dan ciri emosi yang membakar semangat masyarakat Komunis dan kaum proletariat itu ialah kebencian dan kedengkian terhadap seluruh kelas dan golongan lain.

Masyarakat seburuk ini tidak akan menelurkan hasil apa-apa kecuali mencetuskan gejala-gejala yang paling buruk di dalam sejarah umat manusia karena dari asal kelahirannya, ia menonjolkan ciri-ciri dan sifat hewan dengan beranggapan bahwa keperluan-keperluan asasi bagi manusia itu ialah makan, minum, rumahtangga dan seks, yang semuanya ini adalah tuntutan dan keperluan asasi hewan, dengan anggapan bahwa sejarah umat manusia ini dimulai dengan sejarah mencari makan.

Di antara keindahan Islam itu bahwa ianya tetap bersendirian dan masih tegak di atas panduan Ilahi dengan cara menonjolkan sifat dan ciri-ciri khusus manusia dan mengangkat nilai-nilai kemanusiaan yang begitu tinggi di dalam membentuk masyarakat manusia. Dan sudah pasti Islam akan terus bersendirian di dalam hal ini dan siapa saja yang mencoba menyeleweng ke arah panduan yang lain, menegakkan suatu jalan yang lain, apakah jalan kebangsaan, wama kulit, tempat kelahiran dan kelas, atau jalan-jalan lain yang rendah dan hina, maka orang itu adalah musuh manusia yang jelas.

Orang seperti itu ialah orang yang tidak menginginkan manusia berdiri sendiri dengan ciri-ciri dan sifat-sifat khusus ketika dia mula-mula diciptakan Tuhan. Orang itu ialah orang yang tak menginginkan masyarakatnya memenuhi kebutuhan asasinya dengan lengkap sempurna. Mereka itu orang yang menjadi sasaran firman Allah SWT:

Maksudnya: "Katakanlah maukah aku beritahu kepada kamu tentang orang yang paling rugi perbuatan-perbuatan mereka, orang-orang yang sia-sia amal perbuatan mereka di dalam hidup dunia ini sedangkan mereka itu menyangka bahwa mereka sebenarnya berbuat baik. Mereka itu ialah orang-orang yang kufur dan tidak bersyukur dan tidak percaya dengan perintah Tuhan mereka dan tidak percaya bahwa mereka akan menghadap Tuhan mereka itu lalu pekerjaan mereka pun menjadi hampa dan Kami tidak berikan pertimbangan dan penilaian apa pun kepada mereka di hari kiamat. Balasan mereka ialah neraka Jahannam karena kekufuran mereka dan karena mereka memperolok-olokkan perintah-perintahKu dan juga rasul-rasul utusanKu"
(Al Kahfi: 103-106)

Maha Benar Allah Yang Maha Agung.
eramuslim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar